Lompat ke isi utama

Berita

Bawaslu Kulon Progo Selenggarakan Rakor Pengawasan Partisipatif Bersama Kelompok Difabel

Bawaslu Kulon Progo Selenggarakan Rakor Pengawasan Partisipatif Bersama Kelompok Difabel

Kulon Progo - Sebagai salah satu wujud dukungan Bawaslu Kulon Progo untuk mewujudkan Pemilu inklusif terutama bagi penyandang disabilita, pada hari Jumat hingga Sabtu, 18 hingga 19 November 2022 Bawaslu Kulon Progo mengadakan Rapat Koordinasi Pengawasan Pemilu Partisipatif. Acara yang diadakan di Hotel Grand Dafam Signature International Airport Yogyakarta ini melibatkan Panwaslu Kecamatan dan kelompok difabel perwakilan dari 12 kecamatan dan dari ragam disabilitas yang berbeda.

Ria Harlinawati, selaku Ketua Bawaslu Kulon Progo dalam sambutannya menegaskan bahwa rakor tersebut dilaksanakan dengan tujuan untuk memetakan potensi permasalahan yang dialami oleh pemilih difabel dalam proses Pemilu serta merumuskan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mewujudkan Pemilu inklusif. “Pemilu akses terutama bagi teman-teman difabel seharusnya tidak hanya saat di TPS, namun sebagai penyelenggara Pemilu kita harus juga memastikan bahwa teman-teman difabel ini juga mendapatkan akses terkait informasi dan sosialisasi kepemiluan,” imbuhnya.

Narasumber dalam acara tersebut yakni Bagus Sarwono, S.Pd.Si., M.P.A, pegiat Pemilu yang juga sekaligus Ketua Bawaslu DIY periode 2017-2022 serta Dr. Asep Jahidin, M.Si., pembina Pusat Layanan Difabel UIN Sunan Kalijaga. Dalam rakor yang dilaksanakan selama dua hari tersebut, hadir lima ragam perwakilan disabilitas yakni disabilitas netra, disabilitas rungu wicara, disabilitas daksa, serta disabilitas mental.

Setiap ragam disabilitas melakukan diskusi untuk memetakan potensi permasalahan dan merumuskan strategi pengawasan partisipatif pada Pemilu 2024 bersama Panwaslu Kecamatan se-Kulon Progo. Hikmat Sholeh, penyandang disabilitas tuli dari Kecamatan Sentolo menyampaikan permasalahan di TPS bagi disabilitas tuli karena kebanyakan pemilih dipanggil dengan suara. “Terkadang pemilih tuli terlewat karena panggilan dari panitia menggunakan suara, seharusnya bisa dengan cara lain, misalnya ditepuk,” ujar Hikmat yang disampaikan dengan bahasa isyarat. Sedangkan bagi disabilitas rungu wicara yang tidak memahami bahasa isyarat, Hikmat mengusulkan untuk melibatkan keluarga dalam menyampaikan sosialisasi.